"the last of the red footed punans"

Tulisan ini hanya spontanitas belaka setelah saya membaca ulasan kompas hari Sabtu 9 Juli 2005,Ulasan mengenai dayak di harian ini sungguh sangat menyenangkan untuk dibaca, ditelaah, dan direnungi. Ekspedisi ke teritorial dayak sungguh membuka mata saya betapa banyak hal dan khazanah budaya negeri ini yang belum terjamah oleh pengetahuan saya yang pandir ini.

Ulasan kompas mengenai dayak punan kaki merah sungguh sangat menggugah rasa, memori saya mengajak saya ke malam-malam dimana saya menghabiskan waktu tidur saya melahap buku buku karangan Karl May, buku yang mengungkap penjelajahan ke dunia Indian yang penuh dengan ajaran kemanusiaan, kejantanan dan keperkasaan pemburu Indian, Sewaktu masih sangat belia setiap malam saya selalu berkhayal untuk ikut serta dalam penjelajahan Old Shatterhand dan Winnetou, kini kompas membuka mata saya, di Pedalaman Borneo petualangan seperti itu bukan lah khayalan semata.

Kekayaan alam kalimantan yang segera akan hilang karena penebangan membabi buta di 29 juta hektar hutan alami kalimantan, membawa saya pada ide ide mengenai konservasi hutan, Jika dan hanya jika saja segala mitos, cerita, kehidupan dan keindahan alam ini bisa diperlihatkan pada dunia, besar kemungkinan perhatian masyarakat dunia akan semakin besar pada paru paru dunia ini. Tulisan Karl May yang mengangkat kesedihan manusia manusia jantan karena tergerus migrasi orang- orang Eropa ke tanah baru (Amerika) tidak berhasil menghindarkan mereka dari kepunahan, karena tulisannya terlalu terlambat, suku suku indian sudah terlanjur punah. Jika saja ada di antara anggota ekspedisi yang mengangkat cerita mengenai dayak punan berkaki merah, terlepas dari fiksi maupun ilmiah, mata dunia akan lebih terbuka mengenai keperihatinan alam di Kalimantan, berapa jumlah pohon yang ditebang di kalimantan, berapa banyak burung burung langka yang mati hari ini ? Saya berani bertaruh tidak banyak diantara kaum komuter di kawasan Sudirman yang pernah tahu, atau bahkan pernah peduli.

Jika Hollywood bisa menjual film “ The last of the Mohicans ”, “Old Shatterhand and Winnetou”, apakah tidak ada kemungkinan membuat “ The last of the Punans”, disana banyak yang bisa dieksplorasi, dari tradisi kayau hingga mitos mitos dayak punan berkaki merah , seperti kera yang jatuh karena bertatap mata, cara berburu yang jantan, menghilang dengan mantra-mantra, dll. Dari sana kita juga bisa bercerita pada dunia apa saja yang akan hilang dengan membeli kayu ilegal dan satwa yang dilindungi.

Semoga saja ulasan kompas membuka mata para sineas muda, idealis dan penulis berpandangan ke depan, untuk tidak terjebak membuat sinetron dan Film indonesia yang cenderung hanya mengangkat kehidupan anak muda dan gaya hidup metropolitan yang konsumtif dan hampa. Tulisan kompas membuka mata mereka bahwa ada dunia lain disana yang luput dari perhatian kita, dunia yang lebih berharga, dari sekedar air mata buaya sinetron dan kontes menyanyi, dari sekedar klenik dan cinta monyet, sesuatu yang lebih berharga yang bisa disumbangkan bagi generasi muda kita. Bagi tradisi budaya kita, hingga berlangsungnya keanekaragaman dan kekayaan alam kita.

terima kasih banyak kompas, yang telah bercerita banyak tentang dunia, dunia yang lepas dari kengerian bom london, hingga ketidakadilan Amerika yang lebih mementingkan perekonomiannnya yang boros minyak daripada pemanasan global. Saya ucapkan selamat pada anggota ekspedisi, yang telah menjalani pengalaman yang tidak pernah dialami oleh sebagian besar kaum urban jakarta, yang menghabiskan harinya untuk segenggam uang, kolesterol, dan bualan acara televisi. Saya adalah salah satu orang yang merasa iri akan anda semua. Terima kasih

1 comments:

Anonymous said...

Film yang meng-ekspose kehidupan yang susah di Indo cukup sering tampil di media barat. Yang bikin orang barat, dengan segala interpresasinya mengenai kehidupan di 'tanah primitif' (menurut mereka). Ternyata ujung-ujungnya duit juga, meski duitnya itu digunakan untuk yang lebih idealis. Karena dana dan perhatian media kearah sana memang tersedia danharus di'manfaat'kan.

Designed by Posicionamiento Web | Bloggerized by GosuBlogger | Blue Business Blogger