Kepercayaan

Baru baru ini, gue coba acak acak blog kawan kawan yang harus diakui secara semantik sangat menyenangan dibaca dan sangat produktif, hmm..there are many interesting stuff, indeed...Salah satunya membahas tentang kepercayaan akan teman, yang lain melihat pasangan sering kali menghianati kepercayaan lawan jenisnya..walau dengan hal yang sepele dan bahkan tak pernah terpikirkan.

Ah apa artinya sih kepercayaan..sampai sampai indikator makroekonomi harus masuk juga tingkat kepercayaan investor, yang dicerminkan oleh rating bonds, atau kepercayaan rakyat dengan ekspektasi inflasi yang berlebihan ( lho katanya BI cukup credible, dan pengamat pasar sangat percaya ama tindakan BI dalam meredam inflasi?, confusing)

Kepercayaan presiden terhadap kabinet pembantunya juga jadi isu penting baru baru ini, seberapa besar sih indkator kepercayaan presiden terhadap pembantunya, hingga hanya menyelenggarakan reshuffle terbatas. Kenapa Mentri yang tidak disukai publik malah masih dipercaya oleh presiden..kenapa kepercayaan presiden dan rakyat berbeda?

lebih jauh lagi kenapa kepercayaan antar individu berbeda? mengapa di desa desa sekarang dana pinjaman dari negara donor semakin tak effektif? kenapa dana BLT tidak bisa turun 100% ke masyarakat ? kenapa setelah dana bos digulirkan, murid SD Negeri masih harus bayar 200rb per semester? apa masyarakat desa yang katanya masih lugu itu masih bisa dipercaya? apakah pendidik tanpa tanda jasa sekarang tinggal nama bagusnya saja?

pertanyaan yang lebih penting, apakah memang kita layak saling percaya? atau kah kita selalu harus saling curiga?

waspada, dan bergaerak maju, itu filosofi perang, dalam pasar yang kompetitif kita wajib menjalankan kode etik perang...tapi tetap saja masih saja ada unsur saling percaya, bagi jurnalis dan juru tulis, serta juru obat, mereka sajalah yang bisa dipercaya

kenapa? karena mereka tak ada conflict of interest? dunia belantara ekonomi ini memang ada yang namanya penyeimbang market failure, macam juru obat, dia membantu yang harus dibantu, karena kawan sekitar terlalu sibuk menyelamatkan nyawa.

pemerintah lah namanya..tapi benarkah ia benar benar free of conflict of interest?

Diskusi dengan kawan kemarin, dimana politik kini telah memberangus economic thought,
sekarang pantaskah kita masih percaya pada Pemerintah?

Mahadaya pasar !!!

(to be continued...)

Bombers, what the heck they were really doing?

This quiet and peacefull morning suddenly errupts as I read one of my friend's blogs, she seems to be really pissed off, about these loonatic bombers doing for the past 5 years. I suggest she is one of those people being affected by the enormous breaking news,and massive issues about the death of Mr. Azahari, one of the most wanted villain in Indonesia few weeks ago. Where have you been guys? he had our life stunted by terror for almost a half of a decade for god sake...

interesting question she had made, why those people did this terrible things?

I had took some time before, wondering what really makes those guys committed those bombings, eventually I came up with some ideas, logical things I suppose. What stimulates them using bombs? hurting others??

On her blogs, she criticize her friend's thinking about the motive of those bombers, cause she thinks, this is really irrational, hurting our indonesian fellows, just to tell something to Americans

well I kinda agree with her friend

"they need something to show to others that people like them still exist, and so be careful and stop hurting my fellow moslems"(at least those are the words I found at Tempo mags)

Quote :

"He *Dr. Azahari of course, not my friend* had to do all of those bombing things because he had no other better choice. It's a kind of publication, campaign or whatever it is (I should say this is a protest, if it could said so) to message people in the world that the world isn't fair"

the thing that made them do such thing is all about cost and benefit, what really encourages them is simply because the cost of speaking in public and protest for every Americans wrong doings is getting higher and higher, and sadly, the benefit of it shrinks when americans showed the world how super power they are. For instance the case of Afghanistan, nobody's willing to even spoke about it when US invade the Iraq.

this had made the relative price of doing a relatively more peacefull ways of protest is higher than just spending couple of millions rupiah( and of course some un known people's lifes) for a deadly bomb, The terror and fear have cost a lot for westerners, specially for their utilities of leisure and safetyness, a great loss for a country like US. the cost is downsloping, and the benefit (for those stupid crooks) arises.

that 's also the reason why anarchy is almost related to relatively more repressive, highly bureaucratic and highly corrupted countries than a more democratic countries. That's why London only had it once, compared to five bombs in Indonesia in the past 5 years. The house of representative and bureaucrats there relatively gives more respect on people thoughts. the case in france, the people there were treated like "dogs"(quoting some media), the only choice and obviously relatively cheap (at least in bars they could have some meal, which unlikely affordable when they are still a free -second rate french man) for them is to rage the cities in france, in order to show the country, "hey!!, we are living creatures here, human beings".
The main difference between dogs and humans is we could burn your fancy cars and make your classy stores turn in to ashes.

another Quote :
So why bother bombing us?
Why bother killing innocent people who surely a Moslem people too? Why not fighting with Iraq's army to bomb all the Jews who torture all those Palestanian? Why us? Weird huh?!

the answer of your questions is then again a matter of cost and benefit, it would be easier to hurt people away from they homeland, and the benefit is now those country must spend more money to the third world countries to fight terrorism just to make sure their citizens are protected the way they usually get in their home. what's in it for the terrorist, well, those super power countries now must act as the world's police, and these should weaken their home land defence ( at least tom clancy's book said so, forgive me for being his fans, though)

people who tied large scale bombs to their own body, shows they don't have any more interesting choice in their lives. I'm almost certain that if they have some choices, and the freedom to obtain it, they will choose to live.

its only a matter of price relativity, and how people make their choices, how they respond to incentives. in opposite to ur thinking, this bastards really act as economic agents, at least their action could be explained in economic ways.

these irrational people really act in a rational ways, the only thing that we can do to stop them is to make it(bombings) more costly, than speaking outspokenly in the crowds, but clearly not giving them more incentives to blast their own body by capturing Imam's and Ulama (moslem scholars)

Mahadaya pasar..

Salah satu senior yang telah sukses di Amerika sana, hari ini menulis di jakarta post, mengenai keterkaitan kereligiusan suatu umat, dengan tingkat pertumbuhan ekonomi.


Saya rasa ini sangat terkait dengan kejelimetan perdebatan ekonom selama ini, apakah ada satu sistem ekonomi yang benar benar paling benar dan applicable buat seluruh bangsa dan negara. sayangnya sering kali penelitian ini terjebak dengan kemewahan ekonometrika, yang menyimpan keraguan kausalitas atau hanya korelasi semata


yang menarik adalah kesimpulan akhir yang ditarik penulis,


"On the other hand, we can also see that it is not one's religiosity that provides salvation. It is one's ethics, as well as the ability to adjust with institutional challenges, that changes one's fate".

menurut saya sistem ekonomi pasar bukanlah suatu hal yang tabu, bahkan menurut saya di dunia ini hanya ada dua titik ekstrim sistem ekonomi, yaitu ekonomi terkontrol (marxian) dan ekonomi berdasar mekanisme pasar. Sistem ekonomi yang dikembangkan oleh keynesian merupakan metamorfosis dari sistem ekonomi pasar yang banci (meminjam kata kata Mas Arianto Patunru,PhD) .


ekonomi islam, menurut kaum muslimin adalah yang paling tepat dan benar, sama halnya dengan kaum neo klasik memuja setiap kata dari capitalism and freedom-nya Friedman. atau pemuja general theory-nya keynes. Menilik dari sistem analisis yang melihat trend dari time series yang dilakukan oleh Robert Barro maupun Timur Kuran, agaknya ada indikator lain yang tak masuk ke dalam model. dimana tiap tiap sistem ekonomi yang sukses miliki maupun pernah ia miliki. Menariknya tiap tiap mahzab pernah mengalami masa keemasannya masing masing, dalam periode waktu yang tak dapat dipandang sebelah mata.

Islam misalnya pernah mencapai masa keemasan di masa khalifah Umar bin abdul aziz, hingga dari daerah khurasan hingga jazirah afrika kala itu tak ditemui satupun kaum dhuafa, hingga baitul maal pun penuh dengan kepeng zakat dan gandum (dikutip dari khutbah tarawih, Masjid Muhamadiyah Al-Falah Benhil,Ramadhan 1426 H)


Ethics, that's the key word for success, furthermore the thing that wholeheartedly believed by the majority of the people within the country.

Baik keynesian Libertarian, dan ekonomi islam hanyalah interpretasi sepihak dari tiap tiap kaum, yang saling berselisih dan beradu argumen kekurangan dan kelebihan masing masing. Diskusi yang (katanya) produktif ini berjalan hingga ratusan tahun, dan menjalar antar lintas generasi.

Menurut saya Ekonomi adalah ilmu murni yang jauh dari sentimen kedaerahan atau bahkan sedikit moralitas bawaan dari komunitas masing masing. Seperti halnya Fisika, Kimia, dan Matematika, tak seharusnya ada yang namanya Kimia islam, atau Fisika klasik, atau Austrian mathematics, atau gaya gravitasi Komunis. Ilmu ini berlaku universal, dan telah selesai diperdebatkan bahkan sebelum Manusia pertama, Kakek Buyut kita Adam landing di bumi.

Saya lebih senang menyebutnya taken for granted, atau mungkin sunatullah, simply hanya Supply and demand oriented, perbedaan harga relatif, insentif yang rasional, implicit cost dan lainnya.

Forum yang mengagungkan islam di kampus pernah mencetak leaflet yang menyatakan islam bukan ekonomi pasar tanpa bunga, atau ekonomi sosialis yang bertuhan (kira kira seperti itulah), hal ini mungkin yang saya sebut keberpihakan sepihak, keinginan untuk berbeda demi mengedepankan kebenaran yang dianut tiap kaum.

Akan tetapi dari beberapa buku ekonomi islam yang saya baca, dominasi supply and demand dalam ekonomi islam sangatlah kentara, demikian pula model model makroekonomi keynes selalu menjunjung tinggi agregat demand ini sangat penuh dengan interaksi pasar.

Lalu apa yang membedakan antara tiap tiap mahzab tersebut, hingga mereka begitu ngotonya dan masih mampu terus mendefinisikan dirinya masing masing sebagai mahzab yang terdiferensiasi secara jelas dari mahzab yang lain? dan yang paling substansial tiap tiapnya punya pengalaman keberhasilan secara empiris yang mengesankan.

Menurut Friedman, Suatu teori benar asalkan tidak ada bukti empiris yang menunjukkan bahwa teori itu gagal dan salah, karena menurutnya sebaik baik model adalah model yang tidak ideal tapi akurat memprediksi kenyataan. Kefanatikan nya pada hasil empirik ini yang sangat mengesankan. Melihat dari seluruh mahzab yang disebut diatas, masing masing pernah jaya dan pernah pula gagal tak berdaya, ini menunjukkan kita tak bisa mengambil kesimpulan apakah mahzab tersebut salah, atau benar, unconclucion

Jadi manakah yang benar???

Jawab yang bisa saya dapat adalah ada satu indikator yang mendorong, dan menjadi suluh dan menjadi pedoman tiap tiap individu untuk berperilaku. Kefanatikan tiap mahzab menuntut kekonsistenan penganutnya untuk melanggengkan eksistensinya yang eventually membentuk suatu pola sistemik dari pelaku ekonomi dalam jaman nya masing masing. hal ini terkait erat dengan seperti yang disebut oleh senior kita di atas, ethics. Moral sentiments (favourite word, when I was in the Economic system class).

Pertama,Adagium holistik yang dianut oleh sebagian besar masyarakat, dianut secara fanatik, dan yang terpenting adalah secara sukarela (tak perlu coercion power) telah menghasilkan sistem ekonomi yang teratur dan stabil. Yang kedua adalah kemampuan adaptasi terhadap perubahan institusional, disini masyarakat dituntut untuk dinamis dan berubah, aktif partisipatif, masyarakat memiliki kemampuan dan potensi untuk terus mengembangkan dirinya, Menjadi yang terbaik dan menang.

Protestan Ethics, mendorong masyarakatnya untuk berbuat, dan bergerak sehingga berhasil di dunia, kepercayaanya terhadap nasib buruk di akhirat karena kelalaian di dunia, dimana surga dan neraka tergantung pada pencapaian nya di dunia menjadi suluh yang sangat efektif hingga setiap jiwa berusaha yang terbaik.

Masyarakat Yahudi, yang percaya mereka adalah yang terpilih sebagai "anak tuhan", sangat mumpuni dalam berdagang, Kebanyakan diantara mereka kini menjadi langganan headline di majalah "forbes".

Di zaman Rasulullah, Islam berkembang dengan pesatnya, mendorong manusia berperilaku holistik, kaya raya seperti Abdurahman bin Auf, Ustman bin Affan, tapi dermawan seperti Nabi Idris. Dalam perilaku dan mind set masyarakat seperti itu mana mungkin tersisa kaum dhuafa?. Tiap tiap orang kaya terobsesi dengan "penyakit" filantropis, setiap Kaum dhuafa akan berusaha untuk keluar dari kubangan kemiskinan, karena adanya hadist nabi yang menyatakan "Kemiskinan dekat dengan kekafiran", belum lagi sindiran halus seperti "tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah". Saya percaya tidak semua orang di jaman keemasan islam adalah orang kaya(sering kali yang paling fakir adalah pejabat tinggi setempat), tapi tak satupun merasa dirinya tak berpunya, dan mampu membayar zakat.

Sinisme terhadap Ajaran Adam Smith yang menyarankan ke mahadayaan pasar, juga sering kali menggeser berita ke-filantropisan bapak Ekonomi modern ini, ini menunjukkan keidentikan masing masing mahzab, dan betapa dekatnya konsep ekonomi adam smith dengan konsep ekonomi islam, perbedaan terbesar justru ada pada konsep general theory nya keynes, Suku bunga, yang sering kali menyerempet konsep usuary.

sayangnya cap neo liberal, neo kapitalis sering kali dianalogikan dengan pro barat, dan kebijakan strukturalis yang notabene sangat keynesian dianggap sebagai budaya timur yang lebih bermoral. Pasar sering dianggap sebagai monster cacat(tidak sempurna) yang bisa memangsa siapa saja, tanpa pandang bulu.

Konsep menarik dari Friedman, bahwa pasar adalah mekanisme paling adil dan paling demokratis, pada tiap gandum yang terjual di pasar, tidak pernah ada sentimen siapakah yang menumbuknya hingga bisa sampai dimakan, tidak perduli apakah dia muslim, Kristen, yahudi, Kaum pagan atau komunis sekalipun. Tidak ada pengaruhnya apakah ia saudara teroris, bekas tapol PKI, Muslim berjenggot, ataukah pendukung HAMAS. Hanya satu saja yang berpengaruh dan berlaku universal, harga relatif !!, Di kala masa paranoia sekarang ini siapa yang mampu menjadi demikian demokratis seperti Mekanisme Pasar??.

pasar mungkin saja bisa memangsa siapa saja, tapi tidak mungkin ia telantarkan jiwa dinamis dan produktif, hanya yang lamban dan terus menerus lemah (bukan saja lemah, tapi pasrah) saja yang menanggung resiko tergusur.

pasar adalah dimana pagar otonomi individu tak terlanggar, tapi ia juga memberi ruang bagi pemilik rumah untuk berbagi dengan tetangga sekitarnya. Satu saja, tak ada yang namanya pemaksaan.

Mengapa? karena sukarela saja yang akan bertahan, perbedaan harga relatif saja yang bisa membuat individu menetapkan pilihan secara rasional tanpa merasa menyesal. Jika saja harga relatif secara moneter mungkin dianggap tidak manusiawi, bagaimanakah dengan harga relatif yang memasukkan keinginan untuk berbuat baik, yang merupakan salah satu bagian dari utilitas manusia?

Terlepas dari berbagai nama seperti sistem Keynesian, Libertarian, maupun Ekonomi islam, sebenarnya inti penentu dari keberhasilan adalah sunatullah dalam supply and demand karena pasar berjalan dengan baik yang didukung oleh perilaku holistik secara sukarela para individu di dalamnya. Bukan nama sistem ekonomi yang berperan, tapi perilaku masyarakat yang inheren dalam pemberdayaan pasar. Keberhasilan yang pernah dicapai oleh Keynesian atau kaum klasik saya kira tidak terlepas dari keadaan seperti yang ditimbulkan oleh mahzab islam, dan Webber’s ethics

itulah jawaban yang bisa saya tarik.

Mahadaya pasar !!!!!

"the last of the red footed punans"

Tulisan ini hanya spontanitas belaka setelah saya membaca ulasan kompas hari Sabtu 9 Juli 2005,Ulasan mengenai dayak di harian ini sungguh sangat menyenangkan untuk dibaca, ditelaah, dan direnungi. Ekspedisi ke teritorial dayak sungguh membuka mata saya betapa banyak hal dan khazanah budaya negeri ini yang belum terjamah oleh pengetahuan saya yang pandir ini.

Ulasan kompas mengenai dayak punan kaki merah sungguh sangat menggugah rasa, memori saya mengajak saya ke malam-malam dimana saya menghabiskan waktu tidur saya melahap buku buku karangan Karl May, buku yang mengungkap penjelajahan ke dunia Indian yang penuh dengan ajaran kemanusiaan, kejantanan dan keperkasaan pemburu Indian, Sewaktu masih sangat belia setiap malam saya selalu berkhayal untuk ikut serta dalam penjelajahan Old Shatterhand dan Winnetou, kini kompas membuka mata saya, di Pedalaman Borneo petualangan seperti itu bukan lah khayalan semata.

Kekayaan alam kalimantan yang segera akan hilang karena penebangan membabi buta di 29 juta hektar hutan alami kalimantan, membawa saya pada ide ide mengenai konservasi hutan, Jika dan hanya jika saja segala mitos, cerita, kehidupan dan keindahan alam ini bisa diperlihatkan pada dunia, besar kemungkinan perhatian masyarakat dunia akan semakin besar pada paru paru dunia ini. Tulisan Karl May yang mengangkat kesedihan manusia manusia jantan karena tergerus migrasi orang- orang Eropa ke tanah baru (Amerika) tidak berhasil menghindarkan mereka dari kepunahan, karena tulisannya terlalu terlambat, suku suku indian sudah terlanjur punah. Jika saja ada di antara anggota ekspedisi yang mengangkat cerita mengenai dayak punan berkaki merah, terlepas dari fiksi maupun ilmiah, mata dunia akan lebih terbuka mengenai keperihatinan alam di Kalimantan, berapa jumlah pohon yang ditebang di kalimantan, berapa banyak burung burung langka yang mati hari ini ? Saya berani bertaruh tidak banyak diantara kaum komuter di kawasan Sudirman yang pernah tahu, atau bahkan pernah peduli.

Jika Hollywood bisa menjual film “ The last of the Mohicans ”, “Old Shatterhand and Winnetou”, apakah tidak ada kemungkinan membuat “ The last of the Punans”, disana banyak yang bisa dieksplorasi, dari tradisi kayau hingga mitos mitos dayak punan berkaki merah , seperti kera yang jatuh karena bertatap mata, cara berburu yang jantan, menghilang dengan mantra-mantra, dll. Dari sana kita juga bisa bercerita pada dunia apa saja yang akan hilang dengan membeli kayu ilegal dan satwa yang dilindungi.

Semoga saja ulasan kompas membuka mata para sineas muda, idealis dan penulis berpandangan ke depan, untuk tidak terjebak membuat sinetron dan Film indonesia yang cenderung hanya mengangkat kehidupan anak muda dan gaya hidup metropolitan yang konsumtif dan hampa. Tulisan kompas membuka mata mereka bahwa ada dunia lain disana yang luput dari perhatian kita, dunia yang lebih berharga, dari sekedar air mata buaya sinetron dan kontes menyanyi, dari sekedar klenik dan cinta monyet, sesuatu yang lebih berharga yang bisa disumbangkan bagi generasi muda kita. Bagi tradisi budaya kita, hingga berlangsungnya keanekaragaman dan kekayaan alam kita.

terima kasih banyak kompas, yang telah bercerita banyak tentang dunia, dunia yang lepas dari kengerian bom london, hingga ketidakadilan Amerika yang lebih mementingkan perekonomiannnya yang boros minyak daripada pemanasan global. Saya ucapkan selamat pada anggota ekspedisi, yang telah menjalani pengalaman yang tidak pernah dialami oleh sebagian besar kaum urban jakarta, yang menghabiskan harinya untuk segenggam uang, kolesterol, dan bualan acara televisi. Saya adalah salah satu orang yang merasa iri akan anda semua. Terima kasih

Perubahan untuk hidup, atau hidup untuk berubah…

Curhat ini terdorong oleh diskusi selepas subuh dengan seorang kawan lama di kamar kos gue. Pokok perbincangan tak lepas dari lelucon tak lucu pemerintah yang menaikkan harga BBM. Perbincangan menghangat karena beliau ini adalah salah satu pemain di bidang energi yang bersikukuh akan surplus neraca perdagangan migas pemerintah yang “hanya” 8 triliun per tahun menurut BP migas (relatif tak berarti dibanding subsidi 3 T per bulan). Sayangnya percakapan melebar menjadi politis, dan tidak produktif ketika menyangkut pemerintah yang “dzalim” Kapitalis, konspirasi Yahudi-IMF-World Bank – Barat, Kealiman teman gue ini memang cukup mumpuni, sehingga tak aneh jika sistem ekonomi islam dikedepankan ( walau gue ragu dia cukup mengerti masalah ini). Kebingungan yang mengganjal ini semakin menjadi melihat banyak sekali cerita derita rakyat kecil di kompas karena kenaikan BBM.

Adam smith (the great philosopher kata Pak Edi),mendoktrin kita selama kuliah bahwa setiap individu apabila melakukan yang terbaik bagi dirinya sendiri, in the end akan membuat welfare meningkat bagi seluruh masyarakat. Invisible hand akan selalu Menendang semua pekerja yang terlalu lamban, dan memaksa orang produktif, Memaksa kapitalis membayar pekerja yang produktif lebih mahal daripada yang malas. Membunuh para monopolis ( yang membuat harga terlalu mahal). Membuat orang selalu bisa memaksimalkan utilitas yang ada. Kemampuan individu untuk terus memperbaiki diri demi utilitas tertinggi adalah basic dari pemikiran ini.

John Nash, Bilang bahwa setiap individu akan selalu bergerak secara dinamis untuk meningkatkan peluang dan kemampuan dirinya untuk selalu menang dalam “perekonomian lelang” (lagi lagi mengutip Pak edi) dengan melihat perilaku orang lain, dan melakukan penyesuaian yang terbaik untuk menjaga peluang untuk menang. Kedinamisan ini yang membuat nya selangkah lebih maju dari Adam smith.Bahwa orang tidak hanya bergerak sendiri, tapi demi meningkatkan welfare dirinya dia juga akan senantiasa melihat perkembangan orang lain, dan terus mengembangkan dirinya sendiri.

Keynes, melihat semua penyesuaian ini makan waktu jadi sudah sepantasnya pemerintah maju ke depan mengorbankan diri untuk menstabilkan perekonomian. Langkah mulia sebenarnya apabila hal ini tidak beresiko inflasi.

Sen, pemenang nobel dari India meluncurkan kebebasan sebagai esensi perekonomian, bukan saja perlu adanya choice dalam auction economy, tapi juga freedom to choose. Kesimpulan yang ia tarik karena ada tetangganya yang meninggal kelaparan di daerah yang notabene adalah lumbung padi di India.

Kalo kita renungi pikiran pikiran para sesepuh ekonom di atas,trus dibandingkan dengan komentar temen gue di paragraph pertama kayaknya ada sesuatu yang kurang klop. Ada missing link yang bikin Indonesia selalu tidak punya solusi, sepintar apa pun mentrinya.
Beberapa hari merenung, gue mikir kenapa, apa yang salah? Apakah yang kita lewatkan sih selama ini?

Gue mikir :

Apakah pencabutan subsidi salah?

Kebijakan yang dipandang tidak bijak ini berangkat dari permasalahan perumusan yang tidak sesuai sejak awal. Subsidi BBM adalah sesuatu yang tidak rasional, seharusnya minyak tidak jadi suluh utama perekonomian, bukan kah ini adalah energi tak terbarukan, yang pasti akan habis. Harga yang murah juga membuat orang dengan mudah menghamburkan, dan mematikan kesempatan energi alternative.

Belum lagi ibaratnya orang yang seharusnya bisa naek angkutan umum lebih memilih memakai mobil pribadi ( di gedung kantor gue dulu ada bos yang punya mobil mewah ampe 16 biji. Waaaks…). Akibatnya permintaan angkutan umum jadi berkurang, insentif supply angkutan menjadi menyusut, akibatnya dikontrol oleh sebagian konglomerat yang seenaknya saja memalak penumpang dengan harga mencekik. Dengan bekingan Organda yang tak berguna itu.

Lihat saja anak anak FE di depok yang bawa BMW yang borosnya minta ampun, bisa abis 50.000 sendiri ke depok, yang artinya kurang lebih 1,5 juta.per bulan makan BBM bersubsidi (gue yakin mereka mikir dua kali nanti kalo udah kerja sebagai lulusan FEUI dengan gaji standar, huh!!!!). Kontribusi apa mereka ke negara ini dengan makan 1,5 juta dana subsidi tiap bulan ? apa ruginya sih naek kereta?

Gue mikir ini gak salah dong, bukan masalah kita surplus minyak atau nggak, bukan masalah dzalim atau tidak, kapitalis atau tidak, kita mau perbaikin yang salah kok, Meluruskan kebijakan yang salah, mengembalikan APBN ke yang memerlukan.

Tapi gue mikir lagi, trus apa masalahnya selesai? Tidak, kompensasi Cuma remedies sementara, efek dari pembangunan infrastruktur juga efeknya masih lama, padahal pikiran ekonom klasik (cabut subsidi) dan Keynesian (cash-transfer) udah diakomodasi.

Apakah bener ilmu ekonomi telah mati?,Apa yang salah?

Apakah sistem ekonomi yang lebih religius akan secara drastic akan merubah negara kita jadi makmur?Apakah jaman kekhalifahan rasululullah SAW akan langsung berulang?

Kalau tidak, lalu kenapa pengalaman empiris negara barat yang sukses tidak jalan juga di tempat kita? Sistem apa yang benar?, Apakah ekonomi pancasila Sri edi swasono yang didengungkan?, Dari awal gue selalu mikir ini siapa yang salah pemerintah kah? Atau rent-seekingers? Atau masyarakatnya??

Kenapa –kalo melihat kasus temen gue di atas- dia dengan mudahnya menyalahkan pemerintah (walau tanpa pengetahuan yang cukup), IMF, world bank, dll. Kenapa kita selalu menyalahkan sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan kita? Semua orang pengin kaya, tapi gak semua bisa kaya bukan? Harus usaha !!!!!. Apakah dengan sistem yang lebih religius kita akan langsung berubah? Apakah dengan sistem yang pancasilais kita akan lebih baik??

Kenapa orang selalu menyalahkan orang lain atau sistem yang dikambing hitamkan?

Teori indah adam smith, dan Nash akan berlaku jika orang berlaku aktif, partisipatif, bergerak dan berusaha mencari yang terbaik, dan dinamis. Sen, walaupun setuju akan hal ini, tapi mengkritik bahwa setiap orang harus memiliki kesempatan untuk melakukan hal tersebut, untuk berkompetisi di gelanggang yang sama.

Kembali ke artikel artikel di kompas, hari itu (16/10/05), topic yang diangkat adalah nelayan yang susah untuk melaut, sebelum BBM naik mereka harus keluarkan 100.000 per sekali melaut dengan hasil melaut 180.000 dibagi 2 dengan kernetnya, dengan frekuensi melaut 2 hari sekali. Yang berarti untung buat dibawa pulang hanya 10.000 perhari. Bahkan sebelum BBM naik pun penghasilannya sangat minim, Pengemis di Jakarta aja mungkin bisa dapet 50.000 per hari ( masa sih sehari semalem gak ada 50 orang yang kasih). Lalu kenapa masih dipertahankan pekerjaan sebagai nelayan? Mungkin ini salah satu lagi fenomena ketidak sempurnaan pasar, apakah memang tidak ada lagi peluang untuk mencari rezeki? Apakah memang sudah saking terisolasinya keadaan para nelayan ini???

permasalahan mobilitas sosial yang mandek memang menjadi masalah yang inheren dalam negara berkembang yang cenderung laten, dari sini lah segala permasalahan harus dilihat dan dihujjahkan. Dalam berbagai seri keluhan yang diceritakan secara gamblang dan empirik oleh ko mpas, permasalahan utama adalah ketergantungan yang tak terhindarkan pada fosil berumur ribuan tahun tersebut, seakan akan ke-inelastis-an BBM sudah mendekati garis lurus.

dikisahkan misalnya seorang pemilik katering yang mengeluhkan ketidakmampuannya menahan biaya yang merangkak naik, karena BBM naik, Seorang dayak juga dikisahkan semakin sulit mendapat minyak murah karena ongkos "taxi mahakam" tak lagi ramah di kantong.Belum lagi keluhan mahalnya makanan warteg buat mahasiswa.

Kesimpulan yang mampu kutarik dalam otak mungil ku tidak ada korelasi yang jelas antara kesulitan masyarakat dengan Naiknya BBM.-maksudnya apakah tidak menaikkan BBM akan menyelesaikan masalah yang dialami mereka-(tentu aku sadar sepenuhnya bahwa kenaikan bbm akan berakibat besar bagi kesejahteraan mereka), tapi menaikkan BBM setidaknya memberikan ruang gerak pemerintah untuk memberikan infrastruktur yang lebih baik bagi akumulasi pendidikan demi akses kesempatan yang lebih baik.

permasalahan ibu katering misalnya, pelatihan dan kesempatan untuk mempromosikan UKM yang dimilikinya akan lebih berarti bagi pengembangan usahanya, harga minyak yang tinggi di pedalaman dayak juga dikarenakan tidak adanya subtitusi yang murah bagi taxi taxi mahakam, pembangunan akses jalan raya ke pedalaman akan menjadi obat yang mujarab bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat pedalaman.

permasalahan nelayan dan petani adalah permasalahan yang laten dan menahun, argumentasi hal ini akan menghajar pendapatan nelayan karena membuat nelayan tak mampu lagi melaut, sebenarnya tak tepat pada inti masalah, permasalahan sebenarnya nelayan tersebut kekurangan sumber daya untuk memberdayakan diri dan, ini lah yang seharusnya ditanamkan.

Kenaikan BBM adalah Ketidaknyamanan yang benar, dan terus mensubsidi BBM adalah kebijakan termudah, jalan pintas yang nyaman tapi keliru..Naiknya biaya BBM bagi masyarakat bukan diatasi dengan memberikan mereka uang untuk membeli BBM (nota bene subsidi) tapi menyediakan pilihan bagi rakyat, untuk secara leluasa melakukan subtitusi sesuai dengan utilitas pribadinya. Energi alternatif adalah suatu keharusan, karena harga dari sesuatu ketergantungan adalah biaya yang mahal tapi adil, yang hanya akan hilang jika kita memang kita tak bergantung lagi padanya .

Bahwa momentum kenaikan BBM adalah momentum dimana kebijakan pemerintah diberdayakan sepenuhnya untuk kemashalahatan rakyat, bukan dalam bentuk subsidy setengah hati akan tetapi pemerintah bergerak sebagai stimulus rakyat untuk memberdayakan diri, dalam melakukan mobilitas sosial ekonomi baik secara horizontal maupun vertikal.

pemerintah tidak seharusnya berperan pengatur utama hajat hidup rakyat, rakyat sendirilah yang pantas menentukan utilitas dan preferensinya sendiri. pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator bahwa setiap individu bermain pada arena yang fair dan sportif. dan menjamin tiap tiap rakyat memiliki potensi untuk berlaku aktif dan dinamis

Warisan kolonialisme dan feodalisme di negara ini yang masih terasa adalah rakyat masih merasa nyaman segala sesuatu ditentukan dan ditetapkan oleh negara, (dulu oleh keraton atau kesultanan atau bahkan kaum imperialis) mitos bahwa negara, sebagai seorang bapak tak mungkin mencelakakan anak sendiri sudah lapuk dan usang. Sang bapak telah terlalu sering memerkosa anaknya, membunuh bahkan mencincang anak anaknya.

Friedman dalam free to choose menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak otonomi dalam mengatur hidupnya masing masing, seorang nelayan misalkan, apakah memilih tetap sebagai nelayan atau memutus mata rantai ke nelayanan dalam keturunannya dengan mendorong anak anaknya untuk sekolah, semua ini akan berjalan secara alami simply karena perbedaan harga relatif antara tetap bekerja sebagai nelayan dan ekspektasi pendapatan ke depan dan harga yang harus dibayar untuk membiayai sekolah dan produk akselereasi kemampuan dan keahlian lainnya.

Menurut ekonom neo klasik hal ini akan berjalan dengan baik simply dengan perbandingan harga relatif dengan tanpa pemerintah menganjurkan pendidikan 9 tahun, karena apabila pemerintah menetapkan atau mengatur dengan pemaksaan (sebagai negara yang maha tahu segala utilitas terbaik bagi tiap tiap warganya) maka kecenderungannya selalu ada ketidakberesan. Yang penting adalah kita mengutak atik harga relatifnya, rendahnya biaya untuk sekolah tentunya akan mendorong lebih banyak nelayan untuk memilih sekolah dibanding melaut.

Kesimpulan yang bisa ditarik tidak ada hubungan yang saklek antara variabel peningkatan BBM dengan penurunan kesejahteraan rakyat,keduanya adalah produk dari kesalahan masa lalu, yang satu dan lainnya telah mempercepat penuaan dan keterpurukan kedua variabel tersebut.




Kekeliruan kebenaran, Kejernihan kesalahan

Ntah berapa lama manusia menghuni dunia
memenuhi otak mungil ku dengan ocehan gila
Manusia..ntah berapa juta kali berbuat salah
mengulanginya lagi, menyesali, dan mengulangi lagi.
tanpa sekali pun menyesali kebodohan pengulangan yang berulang

sejarah yang berulang, kalimat kebanggaan..
tanpa sadar ketololan yang tercermin
saking seringnya berbuat salah
semua kekeliruan menjadi benar
yang keruh terasa nikmat, oleh karenanya dianggap bening
yang jernih terasa hambar, anggap sajalah racun

si raja midas kini telah terbangun
tuhan baru dunia, karena cacat yang terendam duka

konon di awal dunia
manusia selalu saja bisa mengunjungi nirwana
mendapat apa yang ia minta
si buruk rupa dapatkan cinta
si fakir menjadi kikir
si hina menjadi digdaya
karena nirwana di atas kepala mereka

si fakir midas, penuh dengan cinta
pada nirwana dimintanya kepeng dan emas
Raja nirwana sangatlah blas dan kasih
"sentuhlah dunia ubahlah jadi intan permata"
sabda raja di raja...

Midas yang kaya cinta kini digdaya
emas dan kepeng kini terserak tak berdaya
miliknya saja
tapi cintanya kini hanyalah selembar kepeng dan permata
tinggalah midas menyesali dirinya.

tapi kawannya sesama manusia
cinta kepeng sepenuh jiwa
kepada midas ia menghamba dan meminta
lupa ia pada nirwana
diraupnya intan permata
dipalingkanya dari cinta nirwana

hingga suatu masa
aku melihat diriku hina
lupa pada asal dan jiwa

Designed by Posicionamiento Web | Bloggerized by GosuBlogger | Blue Business Blogger