Pembelaan Buat Negeri

kumpulan mahasiswa sekarang terlalu mudah berdemo, ketika masalah muncul, langsung turun ke jalan. Apakah tidak sebaiknya mengedepankan dialog dulu sebagai intelektual muda dalam rangka menggali solusi.Jika tidak apalah bedanya dengan tukang becak?, sekarang bahkan mahasiswa sudah beralih fungsi jadi preman, ntah apakah preman itu gantian yang malahan belajar sekarang.
Di liputan enam hari ini ada sekumpulan mahasiswa berdemo mengutuk kelambanan pemerintah menangani kenaikan harga.Tradisi reaktif seperti ini sepertinya telah menjadi trend sejak lama di kalangan mahasiswa, dan masyarakat kita.

(1)pertanyaan pertama buat mereka, harga yang mana? inflasi kah maksudnya? jika memang bgitu jawabannya menjadi sulit, suatu dilema karena instrumen pemerintah terbatas, suku bunga tak mungkin dinaikan lagi,bisa bisa jadi krisis yang menghantam, mengingat pasar uang dunia sedang memanas,pengetatan kredit dimana mana karena lembaga keuangan dunia merugi dikarenakan krisis mortgage di Amerika serikat. Pemerintah dan Bank Indonesia menjadi terbatas ruang geraknya, karena sektor riil dan sustainability hutang di masa datang taruhannya.

(2)Masyarakat yang mana yang dimaksud? smua orang bicara kemiskinan, rakyat sengsara, semuanya hanya idiom yang mereka dengar di media. Mahasiswa bagai kerbau dicocok hidungnya, mengekor tanpa mengerti masalah. ketika seorang pakar berbicara dengan titel PhD nya, mahasiswa politis ini merasa terpanggil untuk membela ide ide tuannya, tanpa ada proses menerima dan mempertimbangkan.

(3)Kenaikan harga barang barang itu karena apa? Kenaikan harga harga sebagian besar dihasilkan dari harga pasar yang tinggi, karena kepanikan para pengelola modal dunia.
Banyak orang tidak mengerti,di abad ini harga beras, pangan dan minyak tidak hanya ditentukan oleh biaya produksi, ada faktor spekulasi dari pemegang modal,pemegang hak jual dari komoditas2 dunia. Kepanikan kenaikan harga minyak dunia, dan berkembangnya bio-fuel sebagai "emas hitam baru" membuat banyak pemilik modal beramai ramai membeli hak future option membeli komoditas pangan,untuk mengantisipasi harga yang lebih tinggi di masa datang, yang ironisnya berujung pada meningkatnya harga2 komoditas. Proses self fulfilling mechanism ini murni exogenous dari peran pemerintah, penjelasan kenaikan harga pangan lebih lanjut dibahas disini, yang menegaskan faktor eksternal adalah faktor penting penentu harga harga pangan yang meroket. Jalan pintas yang paling mungkin dipilih adalah subsidi, yang resikonya antara lain kemampuan fiskal pemerintah menurun drastis dan more inflation from demand pull inflation. Sebaik apapun skema subsidi langsung, leakage pasti saja ada. Intinya inflasi adalah suatu fenomena tidak aneh, bahkan kemampuan negara kita mempertahankan inflasi tidak bergejolak hebat adalah prestasi yang baik.

Data resmi menunjukan kemiskinan menunjukan trend yang membaik dari tahun ke tahun seiring dengan momentum pertumbuhan ekonomi yang membaik,tapi well-being masyarakat yang rendah, dan masalah eksternal yang buruk,menghambat proses ini. Orang orang pesimis atau tidak mengerti malah cenderung untuk menyalahkan dan mempolitisasi output data bps,mereka tidak mengerti bahwa poor in income term tidak selalu berkorelasi dengan poor in non income term, mereka tidak mengerti bahwa masalahnya terletak di pengembangan infrastruktur dan public policy dalam penyediaan barang publik, ironisnya mereka tidak juga mengerti bahwa ketika uang negara dibakar setiap hari di jalan jalan besar untuk orang orang kaya,di dusun papua sana masih ada saudara kita dengan teknologi zaman batu berkubang dalam kehidupan, di gunung merapi dekat bukit tinggi, banyak petani membakar panennya karena tidak ada fasilitas gudang yang memadai untuk sekedar menunggu harga gabah membaik. Banyak media menyorot susahnya hidup kaum pemulung di jakarta,tapi sedikit yang tahu, bahwa penghasilan "si hina" pemulung kadang bisa sampai tiga kali lipat gaji guru "sang pahwlawan tanpa tanda jasa" honorer di tanggerang. Definisi orang miskin dan sengsara di negara kita telah didikte oleh media, bahkan penyebab pemiskinan ini juga telah didikte oleh para opportunis politik dan masyarakat menelannya bulat bulat.

Sedih melihat perkembangan negara kita seolah dianggap angin lalu, oleh komentar komentar pengamat (politik) ekonomi dadakan, dan para anggota dewan yang tidak siap oleh data ketika ditanya wartawan dari media kelas tabloid.Masyarakat kita tidak mengerti bahwa dengan sekian banyak bencana alam, bencana kemanusiaan, perseteruan politik, kemunduran intelektual dan inovasi teknologi, negara kita masih bertahan, dan berkembang walaupun tertatih tatih.

Banyak perubahan telah dilakukan, subsidi energi dikurangi, dan dialihkan pada pembangunan infrastruktur, ini penting karena faktor non income masyarakat tidak menjadi prioritas selama satu dekade ini. Perampasan harta bawah laut indonesia oleh nelayan asing yang high tech,membuat proses pemiskinan nelayan semakin kompleks, kurangnya dana untuk membangun keamanan laut yang kuat kini sdikit demi sedikit ditambal,lemahnya teknologi masyarakat nelayan (seharusnya) mulai menjadi sorotan, penggunaan teknologi baru untuk memanfaatkan sumber sumber energi baru bermunculan. fokus dari departemen departemen di pemerintahan mulai membaik, birokrasi sedikit demi sedikit dikurangi di berbagai departemen, terutama departemen luar negeri.

Mari saudaraku bangun optimisme negeri, selama setiap politisi dan pengamat bicara pesimis atas negeri,terutama demi simpati anak negeri di pemilu 2009, selama media mempublikasi ini dengan tidak proporsional,dan selama rakyat menelannya bulat bulat pesimisme ini. Tidak akan bangkit negeri ini dari kesusahan

6 comments:

Anonymous said...

completely agree with you. cant say more.

but now, pertanyaannya, apakah kita masih bisa ngomong yang sama kalo kita masih jadi mahasiswa tinggal di indonesia di era sekarang?

diskusi? diskusi sama siapa?

Rajawali Muda said...

buat gua sndiri sih gue kemungkinan bakal bilang iya. dari dulu gua males ikutan demo bem, abisnya politis doang, gak dipikir dulu.
heheeh..diskusi bisa lewat blog sekarng mah mul..hehehe..

mandcrut said...

Bang rizal, memang betul saat ini kondisi ekonomi kita terkait erat dengan negara-negara luar, namun seringkali pula justru krisis yang dipengaruhi oleh dunia, diperparah oleh pemerintah yang hanya memikirkan golongannya sendiri.

Apa reaksi bang rizal ketika tahu SBY menangis saat nonton "ayat2 cinta"? Kenapa harus diekspos begitu besar seakan-akan it was a big deal?

Sebetulnya saya pun seringkali tidak setuju dengan demo yang jelas ditunggangi politik, namun ada saatnya langsung turun ke jalan karena sebagai yang pernah terjun langsung membahas permasalahan, solusi yang ditawarkan oleh mahasiswa tidak didengar.

Rajawali Muda said...

terus terang saya sudah tidak bereaksi lagi sama dagelan dagelan politik seperti itu armand,menilik tulisan mu tentang rasionalisasi gerakan, sepertinya kita sepakat. Saya bukan anti-turun ke jalan,saya anti orang orang yang tidak mengerti apa-apa, bertitel mahasiswa, kemudian merusak dan menyumpah.Turun ke jalan bagi sebagian orang itu aktualisasi diri, bukan idealisme yang cerdas, ketika idealisme ini dilanggar,dan dilandasi emosi tak usah lah demonstrasi.

Anonymous said...

ih di, kok kita sama terus yah..huehehehe.

tapi gue dulu ikutan di demo gt, kan i was a litle rascal radical..haha.

dan emang siy kalo flash back itu politis banget.
cumannya waktu itu gue merasa, i was showing my solidarty, better than nothing at all. so gue gak yakin itu u self esteem apa self actualization.

kasihan lo gak pernah ikut demo. menurut gue belom lengkap kesamaan2 kita kalo lo belom pernah demo2 gak jelas di..ck ck, sayang sekaleeee.

:p

Rajawali Muda said...

demo masak sering mul, kebanyakan gak jelas juga sih walau insya allah gak akan makan jangkrik :-)

Designed by Posicionamiento Web | Bloggerized by GosuBlogger | Blue Business Blogger