ide muluk dan basi AR

Another so called great idea of AR,

(1) ekonomi rakyat vs ekonomi pasar,
(yeah right, just go home and rest..ide ide anti-kolonial ini udah basi, berdebu dan sumpek. Ngerti ekonomi pasar aja nggak, sok sok ngomong ekonomi rakyat, apa sih ekonomi rakyat?

apaa ituuuu ekonomi rakyaaatttttt???

knapa ekonomi pasar berlawanan ekonomi rakyat?

btw, sejak kapan negara kita adopsi ekonomi pasar? apa karena harga BBM gak disubsidi? apa karena kita berdagang dengan negara lain? the fact that the state still subsidize many things, and BUMN people is still running around on the market, or when we are still paying for the DPR bills (and of course was his bills) then we are not on the free-market economy!, which is not our goal by the way, however competitive market is. not free market per se! jikalau saudara AR lebih jeli, seharusnya tau apa itu definisi ekonomi pasar, atau setidaknya tidak mengumbar umbar kalimat yang tidak dia mengerti.

Sebagai orang tua saudara AR sebaiknya melihat lebih jernih dan bijak, lihat lah sesuatu dari sisi yang berbeda, baru ambil kesimpulan. Sayangnya saudara AR dkk terlalu mabuk dengan ketokohannya, dan hanya mendengar orang yang selalu setuju dengannya. Seperti halnya ketiga tokoh presiden sebelum SBY.

(2) tidak memiliki mental bangsa asing superior, lah sapa ya yang punya pikiran ini?, memiliki anti-bangsa asing superior bukan berarti bangsa asing itu musuh toh? imperialisme, sekrup, kacung, apa lah istilahnya, kan istilah anda juga bung AR, sekarang jaman negara negara kerja sama, ini malah pengen menutup diri, makin ketinggalan toh, mana tuh yang punya visi ke depan? saya juga bisa kasih saran, liat bangsa lain itu sebagai sesama manusia, bukan musuh jaman perang.

(3) menegosiasi ulang kontrak migas, ok trus, apa? ujung ujung nya kan cita -citanya mau macem fadjroel rachman yang nasionalisasi aset? jaman 1945-an aja sampe sekarang aset belanda yang dinasionalisasi masih jadi masalah besar buat kita, BUMN kita yang produktif dan efisien cuma segelintir, trus sekarang mau ngambil semua aset yang ada biar dikelola pemerintah? pertamina ngurus gas aja berabe, ini mo dikasi blok blok lain? Yah ambil aja deh bung fadjroel, ambroel udah negara kita ntar.

kalo rakyat indonesia aja bosan dengan retorika SBY sekarang, apa masih bisa nerima komentar komentar retorik macam begini? blom lagi ocehan sarumpaet yang ngaco naujubilah..blah smoga aja presiden taun depan gak kayak begini begini..

12 comments:

Anonymous said...

Indonesia memang sempurna, ruwetnya!. Kalo berharap ama yg mimpin sekarang atau calon pemimpin yg sudah "membusuk" pikirannya. Tidak pernah mempertanyakan gagasan yg dia dapet. Jadinya, slogan2 kosong.

harapan yg bisa dikejar adalah menjelaskan sejelas-jelas-nya kebenaran untuk anak2 yg sekarang masih tingkat SD, SMP, SMA. Mereka adalah harapan satu2-nya.

Wacana presiden "Muda" cuma strategi politik. Tdk benar2 nyata. Kalau muda tapi gagasannya "tua" dan nafsu politik-nya melebihi "rahwana". Sama juga boong!

Mengatakan "Ekonomi Rakyat, Ekonomi Pancasila, Ekonomi Pasar, Ekonomi Budaya, Ekonomi Nasional, Ekonomi2 yg lain..."

Hanya simbol bagi iming2 imajinasi untuk org2 yg lagi sakit.

dengan membentuk antitesa bernama: neoliberal, kapitalisme dsb. Mereka seolah sudah bisa menjadi pahlawan atas nama simbol2 yg mereka ciptakan sendiri, seperti: ekonomi rakyat dan variannya.

tantangan intinya adalah menghancurkan simbol2 serta slogan2 "palsu" ciptaan manusia.

Tanpa kajian sistematis dan ilmiah. Politik memang gampang. Tanpa baca isinya, cuma judulnya. Terus diseminarkan/dikampanyekan. Seolah dia sudah menjadi pemimpin sejati. Calon dewa penyelamat manusia yg lagi sakti.

ya, itulah politik! tidak ada kebenaran di sana. adanya cuma nafsu kuasa.

Anonymous said...

oh, ya ttg AR. Saat melihat bukunya terbit kemarin. Setelah membacanya, pinginya tak sobek2...(tapi sayang, itu buku display dari Gramedia, jadi ya takut dimarahi satpamnya,he2..)

Bukunya berjudul: "Menyelamatkan Indonesia!"

yg menarik, katanya, intelektual harus terjun ke dunia politik. Intelektual yg cuma menulis dan berkoar2 di luar sistem katanya ndk akan dapat merubah apa2...

itu sebenarnya pernyataan aneh seorang tokoh sekelas AR. Dia seolah ingin mengatakan: raihlah kekuasaan hai para intelektual, jangan kau cuma menulis dan menulis, renggut itu anggur kekuasaan.

sejak dulu, Yg namnya intelektual ya tugasnya memang menjadi pengingat lewat gagasan keilmuwannya untuk mencegah kekuasaan menjadi serakah.

Entah apa yg dimaksud dengan pernyataan itu. Apakah itu pesan untuk dirinya sendiri? saya tidak tahu pasti.

menurutku, pernyataan tersebut memperparah nafsu kekuasaan para aktivis muda, yg sejak lama memang sudah mengincar kekuasaan. Seolah AR melegetimasinya lewat buku MI itu.

menurutku, kalo gagasan di buku itu diterapkan, Indonesia bukannya selamat. Tapi bisa jadi 'kiamat'.

jadi judulnya seharusnya diganti: "mengkiatmatkan Indonesia": oleh Amien Rais.

Gimana? usulku kelihatannya keren..he2..

Mualaf Menggugat said...

mas rajawali,
saya nih buta soal ekonomi. ini hanya intuisi saja ya. saya tahu sangat riskan menasionalisasi kekayaan indonesia terutama terkait kontrak dengan asing. ga semudah membalikan telapak tangan deh. artinya meski saya seorang nasionalis, saya masih riskan melakukan nasionalisasi pada banyak sektor, hahaha kaya capres aja nih :)
dari awal, saya realitis kok.

maka saya jadi bertanya nih, mas rajawali punya rancangan apa ttg ekonomi indonesia? yang bisa menyelamatkan indonesia. toh, kita ga bisa cuma protes tanpa alternatif penyelesaian. sebagai anakmuda indonesia nih.

saya tertarik dengan pengenaan pajak (serius) pada perusahaan2 asing itu. tentu dengankomitmen biroktrasi yang bersih dan tidak bertele-tele. mau untung atau rugi, mau berapa pun biaya investasinya, pajaknya aja yang dikejar. pembagian hasil, kayanya ga banyak efektif ya? kita sendiri nyaris ga punya modal.

kasarnya, ibaratkan saya punya bahan mentah, mas punya teknologi pasar dsbnya. terus enaknya gimana tuh yang win-win buat semua?

ah, saya nih kok ya buta ekonomi :( bisa bantu mencerahkan saya?
tuliskan ya, nanti tolong di link ke blog saya. ok? hehehe, maksa nih judulnya. saya cuma sedang ingin melihat apa sih pandangan pemuda indonesia saat ini tg ekonomi negerinya. makasih :D

Rajawali Muda said...

@giy, setuju banget giy,jadi politikus dadakan itu gampang, tinggal pake kata kata mewah,dramatisir dikit,gaya aja yang banyak. Hmm iya kata kata indah itu emang buat imajinasi orang yang hilang harapan,padahal realita gak pernah sesuai dengan imaji dan janji mereka. Kenapa ya orang orang seperti itu yang malah maju jadi capres,masa dari 230juta rakyat lain gak ada yang bisa jadi presiden?

@mba anis, makasih sudah mampir nanti ya ditulis2 lagi..

Anonymous said...

Bos, sebagai seorang ekonom dari UI bukankah anda lebih baik memanage bahasa anda dalam sebuah tulisan yang renyah dan lebih elegan, bukan hanya hujatan dan caci maki. Saya sependapat dengan ide-ide anda. Hanya saja sebagai bagian dari komunitas akademik, tulisan ini sama sekali jauh dari analisis ekonomi yang layak baca bagi khalayak umum

Anonymous said...

Wsoedarm:
Komen yg bagus serta konstruktif...

Tapi kelihatannya ndk ada hubungannya deh, antara ekonomi UI boleh emosi apa tidak,he2..

Saya kira karena ini "ruang blogs", jadi wajarlah bila "Bos Rizal" sedikit "bebas" dalam menulis...

ya, saya tertarik dengan pembahasan "ekonomi rakyat".Kelihatannya "komoditas" konsep tersebut telah menjadi barang dagangan bagi akademisi serta politisi.

Setelah sedikit saya pelajari, konsep "ekonomi Kerakyatan" adalah sebuah konsep yg mencampuradukan pemahaman ekonomi dengan sosiologis,

Entah karena "inisiator"nya kurang paham ilmu sosial atau memang benar2 tidak mau tahu menahu....

Ini sekedar perkiraan saya, Prof M, sebagai pencetus konsep "ekonomi Kerakyatan" sebenarnya memakai studi empiris sosiologis terus diklaim-nya sebagai ilmu ekonomi,

Jadi, lahirnya ya: "Ekonomi Kerakyatan"!

Anonymous said...

@Giy:

Memang tidak ada hubungan linear antara ekonomi UI dan "emosi", tapi bisa jadi "emosi" adalah variabel endogen yang menjelaskan variabel lain yang mempengaruhi performance "ekonomi UI". Jadi agar performance-nya tetap prima, perlunya jg memperkuat faktor institusionalnya itu

Atau analogi kongkritnya begini:

"kualitas institusi" dianggap penting dalam menjelaskan performance perusahaan A di pasar modal. Setuju bukan?

Perusahaan A yang tumbuh besar di pasar modal ditandai dengan naiknya market value atau harga aset, tapi kalau di sisi "kualitas institusi"-nya rapuh karena misalnya, terlalu besar menanggung hutang luar negeri (terlalu banyak nafsunya dengan meminjam hutang diluar kemampuan: pengandaian untuk emosi yang tak terkontrol), maka perusahaan A lama-lama akan kolaps. Dan tak lain pertumbuhan yang terjadi di perusahaan A layaknya "balon".

Maka "hutang" (emosi) sebagai faktor institusional dan reputasi yang merupakan elemen dari A juga harus dimanage agar menjaga perusahaan A tetap prima, bukan hanya dari sisi luarnya.

Ini hanya anekdote saja, jangan dianggap serius he3x...peace

Anonymous said...

Ya bisa jadi memang begitu. Tapi kelihatannya hipotesis2 yg seperti itu bisa jadi akan berubah karena pandangan masyarakat yg berubah.

Terkait perubahan status "perusahaan UI" dari "bersubsidi" menjadi "mandiri".

Bukannya saya tidak percaya anak2 orang kaya itu kurang cerdas. Tapi semangat/budaya mereka yg perlu dipertanyakan.

Entahlah, kalau bicara pendidikan.Saya juga sebenarnya mumet...ha2...

Rajawali Muda said...

makasih wahyoe koreksinya. Sudah lama gak ketemu, kapan ke paris lagi?

Saya kira ini bukan masalah ekonomi UI, saya menulis juga gak ada kaitan dengan ekonomi UI.Ruang blog saya juga bukan hasil tulisan akademis. bukan pula besutan artikel di koran, cuma igauan saya saja. Jadi harap maklum jika tidak akademis. Saya akui memang tulisan yang ini sangat "emosional",maaf jika tulisan ini mengganggu saudara yang membaca. Yang menulis ini adalah saya pribadi, seorang yang kecewa dengan saudara AR, I was one of his strong supporter...was...

buat giy: masalah ekonomi kerakyatan yang digagas oleh salah satunya mubyarto itu sudah sering dibahas disini, bahkan perancis punya versi sendiri yang mirip,secara pengembangan teori tidak salah sama sekali, bagus malahan. Yang masalah itu adalah membuat dikotomi dikotomi yang politis. "dosa" besarnya menurut saya adalah mengotori teori dan gagasan demi politik dan kekuasaan. Itu saja kalo menurut saya.

Anonymous said...

Ya, kalo sudah jadi teori memang biasanya harus "dipolitiskan".

Terkait "ekonomi kerakyatan". Problemnya adalah pedefinisian "rakyat".

Rakyat? dalam pandangan Prof M, adalah petani, pedagang kecil, dsb yang "kecil"2...itu disebut rakyat.

saya kira pendikotomian tsb lah yang saya anggap sebagai "sosiologis".

Dalam ekonomi, menurut pemahaman saya, tidak ada dikotomi2 seperti itu.
Ekonomi itu ya terkait bagaimana pilihan individu dalam meningkatkan segala bentuk nilai tambah pada benda/barang di lingkungan sekitarnnya. Termasuk dirinya sendiri untuk tujuan kesejahteraan/kebahagian.

Dia tdk berurusan dengan stratifikasi sosioligis. Barangkali inilah masalahnya!

Wacana "ekonomi kerakyatan", menurutku, memberi kesan pembenaran bagi pemerintah untuk melakukan segala bentuk "intervensi".

Baca saja "KOmpas" akhir2 ini. Konon subsidi pertanian ditingkatkan, anggaran pendidikan dinaikan.

Menurutku, usaha tsb non-sense.
Kita lihat aja nanti hasilya!

Korupsi akan semakin merajalela...
Bangsa kita memang bener2 sempurnya gilanya....

Anonymous said...

Please read these books (

The Real Price of Everything: Rediscovering the Six Classics of Economics: Michael Lewis and

Karl Polanyi's Great Transformation )

Then you will understand so called "ekonomi rakyat"

Rajawali Muda said...

I've seen some of karl polanyi's book, but many thanks for your reference, I'll try to find it..

but are you sure what Amien Rais always bragging about comes from karl polanyi's works?

well,I don't think so..

Designed by Posicionamiento Web | Bloggerized by GosuBlogger | Blue Business Blogger