Wawancara yang membuat mendung
Matahari masih bersinar terang di musim panas di Roma sore itu, tapi mendung nampaknya bakal terus menghantui Indonesia. Dari siaran tunda youtube seorang cawapres baru saja di sebuah stasiun swasta berkoar dengan jargon ekonominya penuh semangat, tampak sedikit frustasi dan dengan penuh percaya diri menunjuk angka angka sunyi di setumpuk kertas yang ia bawa.
Sayang seribu sayang, angka angka itu tidak hanya sunyi,tapi juga bisu, seandainya angka angka itu bisa bicara,mereka akan tertawa dan berteriak protes tak kalah penuh semangat. Seorang cawapres yang katanya jika menang akan membawa Indonesia meraih 12 persen pertumbuhan ekonomi, seorang pengusaha kaya, seorang yang pernah bersinar terang di karir militer, sekarang dengan mudahnya ditertawakan oleh angka angka.
betapa tidak? saya saja yang sedang belajar ekonomi haqul yakin kalo cawapres ini keliru. saya bahkan tak sanggup tertawa, hanya melongo,sedikit tidak percaya. Bukankah ada tim ekonomi yang harusnya "mendikte" apa yang mesti dibicarakan?
titik pertama kemelongo-an saya adalah ketika cawapres ini menunjuk pada angka impor-ekspor, yang katanya selalu positif, sedangkan cadangan devisa kita yang tidak kemana mana. Masa tidak ada yang jelaskan pada beliau kalo yang dia tunjuk itu "current account", bukan "balance of payment", mungkin dia mau merujuk pada capital account kita ketika dia menyebut dana kita lari keluar negeri. well dia mesti tanya pada temannya sarjana akuntansi, apa arti balance, dan tanya ke ahli ekonomi publik kenapa balance of payment selalu diupayakan berimbang. oh ya tanya juga pada obama, kenapa ketika current account nya amerika selalu negatif, mereka tetap adem ayem? Saya gak percaya dengan menjadi pengusaha yang ekstraktif melulu beliau bisa mandi uang kayak paman gober, tidak mungkin di balance of paymentnya beliau tidak ada duit yang dia simpen di tempat lain. Nah ini kan namanya lempar batu sembunyi tangan.
kemelongo-an saya kedua ketika dia bicara tentang growth, yang dicampur campur dengan elastisitas pengangguran. Pengertian saya tentang growth, pertumbuhan, adalah ketika faktor pendukung "tumbuh" lebih baik daripada faktor perusak. Ekonomi akan tumbuh ketika kapital tumbuh lebih cepat daripada tumbuhnya tenaga kerja dan kualitas tenaga kerja.
"Tumbuh" tidak hanya berarti "menambah kuantitas" barang modal dan produksi, karena juga berarti "kualitas". Kuantitas akan menukik turun karena tambahan return yang dibutuhkan barang modal semakin berkurang. Tumbuh berarti, tambahan modal harus lebih dari menutupi biaya untuk mengganti modal yang sudah obsolete, mengganti biaya pembentukan pabrik pabrik baru untuk pekerja baru, dan mengganti biaya menyediakan "new tools" untuk para "new breed of workers", yang kebetulan memiliki skill yang berbeda dari generasi sebelumnya. Nah rencana cawapres ini adalah membuat growth 12 persen dengan membongkar hutan hutan di kalimantan dan papua untuk membuat untuk lahan pertanian, yang katanya kita masih punya keunggulan komparatif.
satu, pak cawapres mesti baca paper dari jagdish bhagwati yang merujuk pada "immiserizing growth", growth yang membuat sengsara. Membangun negara dengan dasar pertanian yang membabi buta akan mengurangi kemampuan negara ini berkompetisi. Di kala negara lain menjual chips komputer,video game, pesawat hercules dan sukhoi kita akan menjual beras, jagung dan ketan. Sayangnya kemampuan manusia makan terbatas,banyaknya uang tidak serta merta membuat kita makan jagung lebih banyak. Akibatnya kita menjual barang yang secara rata rata nilainya lebih rendah daripada barang modal,jika kita berdagang kita akan rugi.
kedua, generasi yang ada sekarang punya karakter yang berbeda dari generasi jaman pak harto dulu, jumlah tenaga kerja terdidik semakin meningkat,mustahil mewajibkan mereka menjadi "romusha", orang sekarang bebas memilih lapangan kerja nya sendiri. Seorang lulusan akademi perbankan misalnya, tidak serta merta akan bersedia bekerja di pertanian atau pekerjaan ekstraktif lainnya, seorang doktor ilmu pertanian akan lebih berguna jika disediakan balai pelatihan yang mumpuni, yang solusinya bukan saja dengan membuka lahan. Fokus di pertanian bisa,tapi tolong kualitas growthnya jangan dilupakan, tentu saja jangan terlalu banyak bongkar hutan, kasian anak anak kita nanti bernapas aja susah.
ketiga, apa otonomi daerah dipandang omong kosong? hendak kembalikah kita ke jaman
ekonomi terpimpin, yang semua orang didikte untuk membuat produk, menjual barang yang negara inginkan? apakah kita akan kembali ke era bupati bupati menjilat pantat eksekutif tanpa perduli pendapat rakyatnya lagi?
keempat, saya suka bingung dengan komentar para cawapres dan capres yang menyerang kebijakan neolib, disangkut pautkan dengan pasar modal. Pasar modal katanya setan amerika, sedangkan pertanian adalah sektor yang memenuhi asas kekeluargaan dan gotong royong. Fokus pada industri ekstraktif pertanian bakal menarik para pekerja di sektor jasa yang malah akan membuat sektor finansial kita semakin terpuruk. Susah kalo orang hanya membayangkan pemulung,pekerja kasar dan penjual tanah abang ketika menyebut rakyat. Apa para pekerja di sudirman itu bukan rakyat? pekerja pekerja berdasi itu bukan rakyat?
kemelongo-an saya yang ketiga ketika sang pewawancara panda nababan bertanya "selama ini bapak kan teori teori saja, tidak ada implementasinya" sang cawapres segera membantah, saya setuju,tolong jelaskan teori yang mana saudara panda nababan?
saya melihat cawapres ini seperti anak kecil yang melihat ibunya membuat kue, dengan alam fantasi kanak kanaknya, cita citanya adalah membuat kue raksasa sebesar rumah,sayang dia tidak mengerti esensinya membuat kue. Pengambil kebijakan publik itu seperti pembuat kue, yang penting bukan besarnya kue, tapi bagaimana racikan adonan, kekuatan mengocok, dan lamanya menyimpan dioven bisa membuat adonan "mengembang" sedemikian rupa, tapi juga mesti hati hati jangan sampai gelembung kue itu tidak pecah di mukanya sendiri.
Mungkin cawapres ini mesti baca tulisan teguh dartanto di tempo, yang mengkritik lemahnya janji surga politikus, smoga saja dia akhirnya bisa menertawakan dirinya sendiri.
6:31 PM
|
Labels:
economic development,
igauan
|
This entry was posted on 6:31 PM
and is filed under
economic development
,
igauan
.
You can follow any responses to this entry through
the RSS 2.0 feed.
You can leave a response,
or trackback from your own site.
0 comments:
Post a Comment