Selamat jalan mba winefrida...
4:28 PM | Labels: kontemplasi, news | 0 Comments
new ways to contribute
wow, this is new, proud of you guys lads..
Your report is not the thing that matters, it is the changing ways of voicing le voix du peuple that matters, this is exactly what to do, discussion is always a better solution.
Let's discriminate our self than non-intellectuals, and preman wannabe!
1:35 AM | Labels: kontemplasi | 6 Comments
Lesson from Emil salim ; Thank you sir
let's unite Economists newbies!
see how Emil salim speaking about Total football economics! Creativity and value added Economics for the better future! let's them fight with all political crap, but we should not rest to show what's wrong and what's right, for the better sake of our country!
11:48 AM | Labels: kontemplasi | 27 Comments
Pupus sudah !
Sudah lah, mungkin saya harus ganti kewarga negaraan saja. kalau masih terus berulang ulang seperti ini kapan negara ini bisa berubah, 30 tahun dari sekarang kita akan masih saja diributkan dengan masalah subsidi BBM atau tidak.Politikus-politikus senayan dan istana adalah partner, bukan lawan. Suara rakyat memang mesti didengar, itu jelas, akan tetapi tidak smua suara itu logis dan benar, karena tidak semua orang mengerti apa sebab dan akibat dari kebijakan, tidak smua orang bisa lepas dari ke-subjektifan penilaiannya. Oleh karenanya pemerintah dan legislatif harusnya lebih arif dalam menyaring suara suara yang mereka dengar, bukan sebaliknya, mengucapkan apa yang ingin didengar, katakan lah yang benar walaupun pahit. Pejabat sudah semestinya melihat ke depan dan lebih luas dari apa yang menjadi persepsi rakyatnya, dan jika visi nya membuatnya beresiko tidak dipilih lagi oleh masyarakat, itu adalah resiko yang mesti diambil.
saya tergelitik sebenarnya berkomentar tentang politisi yang saya sebut di atas, "biar sekarang jalan rusak dulu, yang penting dapur ngebul" ini jelas satu kesalahan besar terucap dari orang yang menjadi representasi jutaan manusia dari sabang sampai merauke, ucapan seperti ini jika terucap dari warga biasa contoh si A, adalah suatu ungkapan yang jujur. Beda dengan pejabat publik, seorang politisi tidak bisa melihat dari sisi A saja, ada si B yang membutuhkan bahan pokok di pedalaman sana, yang tak kunjung menerima pasokan dari kota terdekat, karena jalan jalan rusak. Ada juga si C seorang petani yang tak bisa menyekolahkan anaknya karena selain sekolah tidak ada di daerahnya, sehingga biaya nya sangat tinggi, akibatnya anak petani itu pun kehilangan kesempatan menjadi seorang insinyur atau seorang dokter di kemudian hari. Tapi nyatanya politisi ini lebih senang bicara tentang A daripada B dan C, karena lebih dramatis, politis, dan kesan-nya bermoral dan anti pemerintah. Sekilas mungkin politisi ini berpihak pada A, tapi di jangka panjang dapur A bukan saja mungkin tak lagi bisa ngebul, anak anak A tidak bisa sekolah karena memang tidak ada lagi sekolah, pelayanan kesehatan juga semakin jarang karena semua pos strategis untuk infrastruktur dipangkas. Jadi, apakah politisi ini memihak A? jika kita melihat lebih jernih tentu kita akan berkata tidak. Collier dan Gunning (2005) mengkritisi keras perilaku seperti ini menyebutnya sebagai intertemporal syndrome, setiap pemerintahan pasti memiliki masalah trade off antara konsumsi masa kini dan masa datang, disebut syndrome apabila pemerintah memprioritaskan sedemikian rupa konsumsi masa kini, hingga level dimana konsumsi aktual masa depan akan menjadi lebih kecil dibanding mas kini. Suatu cacat logika menahun dari aktor aktor intelektual senayan kita.
Pemerintah yang korup bukan hanya mereka yang mengambil harta rakyat dimasa kini tapi juga yang mensita harta rakyat di masa depan, lebih lebih lagi potensi harta yang akan diambil adalah harta yang berpotensi diambil oleh orang yang kurang beruntung saat ini, demi kepentingan harta dari orang yang lebih beruntung. Masalah intertemporal ini yang tidak juga dimengerti oleh para economist wannabe mendadak ini. Seorang teman dalam sebuah diskusi bahkan menyatakan "tidak perlu seorang ekonom untuk mengurus negara jika harga BBM dinaikan terus", mungkin benar, tapi mungkin perlu seorang ekonom untuk mengingatkan bahwa negara ini mesti punya umur yang panjang, berkelanjutan dan berkembang.
Sayangnya mereka tidak juga mengerti, dan sayangnya mereka berjumlah sangat banyak, mungkin sebaiknya tidak usah diingatkan lagi, tinggal silahkan sekarang pilih apakah memang negara ini mau tetap jalan di tempat sampe kiamat nanti, atau menjadi cina cina baru, atau India india baru di generasi mendatang.
5:50 PM | Labels: BBM, kontemplasi | 5 Comments
Gugatan Kepantasan
Cross posting dari cerita seorang mualaf :
di awal keislaman, saya paling suka jika ramadhan tiba..
sejak mengalami boikot ekonomi dari ortu, sebagai konsekuensi keislaman itu, maka sedikit demi sedikit saya belajar harus membiayai diri sendiri. dari design stiker sampai jadi drafter tugas arsitektur. alhamdulillah, saya tidak pernah kekurangan.. walau juga tidak tahu, apakah sudah lebih atau malah kurang..
saya suka berpuasa… -jujur- bukan demi ketakwaan, karena memang kadang makanan saya tuk sehari ada atau seharinya lagi tidak ada.
maka saya suka bulan ramadhan tiba.
karena di bulan ramadhan setiap hari itu berpuasa.
sehingga saya tidak usah bingung mau makan apa hari ini.
dan berbuka menjadi sangat nikmat..
walau hanya sederhana.
dan saya suka sedih kalau ramadhan itu akan habis.. karena saya akan kebingungan, tuk berlebaran di mana, seperti apa, dsbnya. alhamdulillah, seorang karyawan di tempat saya menitipkan diri dan bekerja di sana, sering mengajak saya berlebaran bersamanya. namanya teh Dedah, seorang yang invalid, cacat kaki, berumah sangat sederhana di bilangan balubur..
melihatnya yang sudahkah sangat sederhana, maka saya suka tidak tega ikut merepotkan berlebaran di rumahnya. maka di suatu lebaran, saya berniat tuk sendiri saja, di tempat kerja itu.
berbekal beberapa rupiah, saya berniat lebaran mandiri..
tiba-tiba, di malam takbiran.. pintu rumah kerja itu diketuk. dari panitia idul fitri masjid sekitar sana. saya diminta membayar zakat fitrah, plus seandainya mau dengan infak dan sodaqohnya..
saya terdiam sesaat..
ada yang sesak, tapi entah apa..
maka kemudian dengan ringan saya pun mengambil berapa rupiah itu dan membayar apa yang menjadi kewajiban saya. karena sejujurnya, mengapa juga saya harus merasa sedih, bukankah dari pertama saya masuk islam, -ada uang atau tidak-, saya selalu membayar zakat fitrah berserta infak dan sodaqohnya?
meski kata qur’an, sebagai mualaf, saya berhak atas zakat..?
saya tidak akan bilang kalau saya ini adalah mualaf hanya tuk sekedar diberi uang zakat. mereka toh juga tidak bertanya. alhamdulillah, selama di awal kemualafan dulu, saya tidak pernah menerima uang zakat..
saya hanya inget, sejak kecil saya diajari ibu tuk tidak menjadi peminta-minta. beliau mengajari saya berbagi dan bukan tuk hanya menerima, apalagi meminta..
maka dengan sisa uang itu, saya membeli indomie. tuk sampai libur lebaran usai dan saya akan kembali memutar roda hidup saya..
di hari fitri itu, saya mengenakan baju baru hasil jahitan sendiri. tempat saya kerja adalah sebuah usaha baju muslimah. saya bisa mencicilnya nanti kalau hanya sekedar kain tuk baju yang baru. maka menghabiskan malam takbiran sendirian, dengan sibuk di depan mesin jahit adalah sebuah kenikmatan..
paginya langsung saya pakai baju itu dan berangkat sholat ied di lapangan sekitar masjid..
semua orang tampak suka cita..
saya hanya sendirian, tersenyum jika ada yang menyapa.. dan kembali sendirian..
sambil menatap langit, saya hanya ingin bilang..
ya Allah, temenin donggg..
gi pengen temen nihhh..
temenin yaaa..
maka setelah sholat ied, saya bersalam-salaman dengan semua ibu-ibu yang ada.
lalu pulang ke rumah, memasak indomie, dan menyantapnya dengan santai sambil menghabiskan bacaan saya.
saya sangat berterimakasih kepada semua pihak yang sudah membantu di awal keislaman saya. semoga Allah membalas budi baik itu dengan kenikmatan yang terus menerus.. sebagaimana selalu saya kenang dan tidak pernah ingin hilang..
alhamdulillah, indomie di hari fitri..
saya bisa berislam dengan mandiri..
maka kemudian saya nih suka merasa geli kalau melihat orang sampai berbuih-buih mulutnya, membicarakan islam berikut ayat-ayatNya. pandai mengaji, tafsir dan ilmu fiqih.
apa mereka pikir itulah islam?
padahal islam tidak akan kita ketahui sampai kita melaksanakannya? hehahaha
indomie di hari fitri..
saya senang..
bisa berislam..
dengan mandiri..
dan saya buktikan..
saya bisa..
alhamdulillah..
makasih ya tuhan..
anis
Kita sering lupa siapa yang kita bela. Ketika mereka, yang kita bajak namanya berjuang berpuasa, apakah yang kita lakukan ?. Kita buang buang energi untuk bersumpah, dan menyalak melempar batu dan menumpahkan darah! kemudian dengan mudahnya me re-charge energi itu dengan makanan makanan legit dan nikmat, mengulanginya lagi dan lagi. Kita, yang menepuk dada membela orang miskin ini, apakah kita pantas untuk membela mereka?
3:31 AM | Labels: BBM, kontemplasi | 4 Comments
Mimpi Mimpi indah
Masa depan itu masih tidak pasti, tapi seandainya boleh, mari kita berandai andai, atau mungkin bermimpi, mimpi yang indah. Ruang gerak APBN tentu saja akan lebih leluasa di rezim yang baru nanti, saya mau berandai sekiranya apa saja yang bisa dilakukan. Kompas(6/04) memperkirakan 30 trilyun rupiah bisa dihemat. Setengah akan disimpan, setengah lagi akan dikucurkan sebagai bantalan bagi rakyat miskin, berarti 15 trilyun dana segar. sekiranya jadi presiden dana tambahan 15 trilyun di APBN periode berikut, saya bermimpi dan mengigau begini :
[1] merujuk kepengalaman negara scandinavia, uang penghematan dari penjualan minyak dialokasikan sebagian besar dalam bentuk dana abadi, yang berkembang biak untuk kemudian digunakan dalam beberapa dekade ke depan. katakanlah 5-10 trilyun di belikan obligasi international. tambahan 10 trilyun lagi dari penghematan dana kementrian. jadi sekitar 2 milyar dollar, dengan rate investment 2 persen saja bisa terkumpul 200 milyar rupiah per tahun, ini berbeda dengan menyimpan uang di BI yang tanpa bunga hingga sekarang. Entah apakah ada peraturan penyaluran dana APBN di luar negeri, tapi penyaluran dana keluar negeri jelas lebih baik daripada menyimpan dana di bank komersial di indonesia, karena resikonya efektivitas Bank sentral berkurang.
[2] Alokasi dana pendidikan. Beberapa waktu yang lalu demonstrasi di kampus BHMN makin menjadi, alasannya dana pendidikan naik dari satu juta menjadi sekitar 5 juta persemester, di satu sisi transformasi lembaga pendidikan untuk perkembangan sumber daya manusia menuntut perbaikan tebal kantung, sisi lain, semakin sulit mahasiswa untuk mengalokasikan pendidikan. Di Denmark, Swedia, dan Norwegia, sepengetahuan saya ada mekanisme dimana student bisa meminjam dana dari pemerintah. Pinjaman akan dibayarkan dalam jenjang waktu tertentu, setelah mahasiswa itu selesai dari periode sekolahnya. Dana ini akan bergulir setiap tahun, sehingga uangnya tidak menguap sia sia, tentu butuh perencanaan terperinci tentang ini, tapi potensi untuk menuju ke arah ini tetap ada. Dana penelitian sudah selayaknya ditingkatkan, Penelitian teknologi pangan, perikanan, dan teknologi tinggi sudah selayaknya didaya gunakan dengan poros-poros pendidikan sebagai tulang punggungnya. lembaga lembaga penelitian plat merah juga semestinya bekerja sama dengan universitas, demi bergulirnya transfer of knowledge yang berkelanjutan. Tidak hanya disimpan di loker loker berisi laporan laporan tebal.
[3] Pemberdayaan economics intelligences, saya kurang tau persis, apakah data departemen perdagangan cukup detail tentang perekonomian negara negara tradisional tujuan ekspor, tapi tampaknya sumber data masih bersumber pada data pihak ketiga, hasil agregasi. Contoh sumber data yang berguna seperti survey nasional di perancis misalnya, atau survey longitudinal tentang konsumsi rumah tangga di eropa, atau perkembangan data penjualan sektor unggulan indonesia di Eropa, dengan kode ISIC yang mendetail (setau saya di eropa ISIC nya bisa sampai 6 digit), dll. sepertinya sangat perlu untuk kita miliki untuk pemetaan potensi ekspor Indonesia, sebagian dana bisa digunakan pula untuk ini. contoh kecil, diseluruh benua eropa, saya hampir yakin industri souvenir parawisata didominasi produk dari cina, ini salah satu kejelian dari intel intel ekonomi cina.
Hari ini mimpi saya baru tiga, smoga nanti ada igauan dan mimpi mimpi lainnya..
11:05 AM | Labels: economic development, igauan | 0 Comments
BBM, logistik, dan Politikus bebal
BLT sangat penting artinya bagi rakyat miskin untuk bertahan dari eksternal shock ini, sayangnya tingkat kesalahan penempatan yang tinggi (smeru estimates : 45% salah sasaran), dan tingkat korupsi yang tinggi sangat mengganggu proses ini, studi dari Olken(2005) menunjukan rent seeking behavior besarannya berbanding lurus dengan banyaknya tangan birokrasi, semakin menuju ke sasaran, semakin besar pula rent seeking tersebut, studi dari Gauthier(2007) juga menunjukan bantuan kesehatan sebagian besar tidak sampai ke sasaran, di uganda misalnya, 86% dana kesehatan di korupsi dalam bentuk rent seekers pada harga obat (nilai obat lebih besar dari nilai asli atau obat yang diberikan gratis diperjualbelikan), dan berkurangnya dana yang mengalir ke fasilitas kesehatan. Hal ini menunjukan betapa sulit pendistribusian BLT tersebut tanpa sistem yang jelas. Sebagai institusi, kantor pos yang tersebar di seluruh indonesia, akan lebih baik dalam menyalurkan dana BLT, begitu pula dengan kantor PPK (penyalur dana kecamatan development project), akan jauh lebih baik lagi jika orang miskin memiliki rekening di kantor pos dan mengatur sendiri uang nya tersebut. Cek kosong berupa kupon terbukti tidak efektif karena kupon tersebut sendiri adalah quasi-money yang dapat diperdagangkan.
Masalah yang sama terjadi pada Bantuan Operasional Sekolah (BOS), bantuan inkind relatif tidak efektif dibanding dengan bantuan uang, kemungkinan pertama, barang yang datang tidak sesuai nilainya dengan nilai pembelian. Kedua, bantuan berupa barang (terutama kertas dan buku) beresiko tinggi diperdagangkan (seperti kupon dan kasus obat) oleh oknum sekolah. Seperti umumnya masalah principal-agent, masalah korupsi yang tinggi ini harus diperbaiki dengan sistem insentif dan supervisi yang tepat carrot and stick dalam artian payung hukum yang tegas sangat krusial dalam hal ini.
Jika memang PT gas negara, BULOG dan pertamina tidak mampu mempermudah akses terhadap gas, dan bahan pokok maka sudah selayaknya pertamina dan PGN dan BULOG dilikuidasi dan kita membuka lebar lebar terhadap perusahaan distribusi asing.
8:43 AM | Labels: BBM, economic development | 6 Comments
Cincha goes to harvard
I must admit she got the spirit. But lack of attitude. As far as I know, we Indonesian rarely talk like you did chincha, bragging around for studying in harvard, princeton and Yale. we do have those dreams in mind, but we understand one word,"uncertainty", so we always watch our mouth and tongue. I really not in the mood for commenting her, but I'll post this anyway. the kid is not to blame,there's something wrong with the society raising her.
12:50 AM | Labels: rubbish | 4 Comments